Friday, May 23, 2008

Testosteron Rendah Bikin Cepat Mati?


Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap 794 pria sehat berusia 50-91 tahun (dengan rata-rata usia 73,6) selama 11,6 tahun, menunjukkan bahwa yang kadar hormon testosteronnya lebih rendah, 40 persen cenderung meninggal dalam periode studi tahun 1985-2004. Hasil penelitian ini muncul dalam Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, 2007.

Hasil temuan ini tidak lantas menganjurkan pria yang berusia lebih tua mengonsumsi suplemen testosteron agar bisa hidup lebih lama. Penelitian tersebut, menurut Dr. Gail A. Laughlin, seperti dikutip Reuters Health, hanya menunjukkan hubungan antara kadar testosteron yang rendah dengan kematian yang lebih cepat.
“Itu sebabnya, kami tidak merekomendasikan pria mengonsumsi suplemen testosteron berdasarkan hasil ini,” kata Laughlin.

Hubungan tersebut, secara teori, dikarenakan kadar testosteron yang rendah bisa memengaruhi panjang usia pada pria melalui efek metabolik. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kadar testosteron rendah dapat menimbulkan kegemukan abdominal dan sindrom metabolik.

Dalam penelitian mereka, Laughlin dan koleganya dari University of California, San Diego, AS, menemukan bahwa testosteron rendah dikaitkan dengan kegemukan abdominal dan aspek sindrom metabolik. Nah, saat faktor-faktor ini dikeluarkan, kadar testosteron yang rendah ini tetap secara bebas berkaitan dengan kematian dini.

Masih ada perbedaan pendapat di kalangan ahli dalam mendefinisikan kekurangan testosteron. Beberapa di antaranya menyatakan hal tersebut sebaiknya didiagnosis saat kadarnya di bawah 300 nanogram per desiliter (ng/dL), tetapi ahli lainnya mengatakan lebih rendah.

Sayangnya, belum ada bukti bahwa peningkatan kadar testosteron pria di atas 300 ng/dL dapat memperpanjang usia, sehingga penemuan ini tidak menyarankan penggunaan terapi testosteron secara meluas bagi pria usia lanjut.

Masih belum jelas pula apakah peningkatan testosteron pada pria dengan defisiensi yang jelas terlihat dapat secara aman memperpanjang usianya.
“Hanya uji klinis yang meneliti suplementasi hormonal terhadap plasebo dapat menjawab pertanyaan ini,” ungkap Laughlin.

No comments: