Mitos-mitos ini telah menciptakan satu budaya hasrat seksual yang tidak pernah terpuaskan. Apakah tiga mitos tersebut mampu mempengaruhi ketidakpuasan seks yang selalu diinginkan setiap orang?
Kenikmatan. Bila benar bahwa kenikmatan dan kesenangan semata yang menjadi tujuan utama dalam seks, maka tujuan dari seks adalah untuk mendapatkan orgasme. Berdasarkan alasan ini, maka orgasme sendiri merupakan makna dari seks. Penyimpangan logika seperti inilah yang menjadi latar belakang mengapa banyak pasangan, saat mereka berkencan, dengan cepat saling bercumbu dan melakukan hubungan seks. Tetapi hal itu lama-kelamaan akan terasa membosankan. Setiap level baru dari kenikmatan seksual akan berhenti dalam satu titik, hanya untuk kemudian digantikan dengan hal lainnya yang terbukti akan membosankan pada akhirnya. Membuat kenikmatan menjadi tujuan kita akan menjamin bahwa kita tidak akan pernah mencapai tujuan tersebut.
Gairah. Kebohongan bahwa gairah diciptakan dan dipertahankan dengan frekuensi aktivitas seksual dan variasi hubungan adalah jauh berbeda dengan kebenaran yang dialami dalam seks yang memang suci. Gairah secara alamiah akan muncul dan semakin meningkat melalui komitmen, saling melayani satu sama lain, serta mencari kesejahteraan dari pasangan anda. Usaha untuk meningkatkan variasi dalam kehidupan seks beberapa pasangan mungkin dapat mengatasi kebosanan untuk sementara, tapi tidak dapat menciptakan atau memperdalam gairah pasangan tersebut. Gairah yang sejati dibangun bukan dari usaha untuk mengejar lebih banyak variasi, tetapi dari kenikmatan-kenikmatan kecil yang timbul dari kebersamaan.
Kebebasan. Memang kebebasan seksual banyak disalahartikan sebagai seks tanpa batas. Sehingga kebebasan seks telah diartikan secara salah dan egois yaitu melakukan apa anda inginkan dan kapanpun anda inginkan hal itu. Jauh dari meningkatkan kenikmatan seks, pendekatan ini hanya akan membuat orang menjadi malas. Pemikiran yang salah tentang kebebasan seks ini meningkatkan kebutuhan dan hasrat pribadi seseorang, dan menjadikan seks sebagai urusan satu pihak.
Timbulnya pemikiran bahwa daripada membuat sama-sama menikmati kebebasan seksual yang menjadi kewajiban dalam suatu pernikahan, terkadang hubungan seksual lebih memfokuskan pada diri sendiri dan cenderung menuntut pemuasan salah satu pasangan daripada hubungan itu sendiri. Kebebasan yang sejati dialami saat pasangan suami istri (keduanya) menikmati seks dalam rambu-rambu saling menghormati kebutuhan dan preferensi satu sama lain. Dalam seks yang suci, anda berdua menikmati kebebasan untuk melayani pasangan anda, bukan ijin untuk mengeksploitasi pasangan anda.
Kenikmatan, variasi, gairah dan kesenangan bukan merupakan tujuan dari seks, tetapi merupakan hasil sampingan dari kehidupan cinta, saling menyayangi dan menghargai serta hubungan yang dewasa. Tujuan sebenarnya dari seks adalah suci, kesatuan yang indah. Pemenuhan seks dapat menjadi hasil dari kebebasan sejati yang datang sebagai satu anugerah yang terindah dalam suatu pernikahan. p2t
No comments:
Post a Comment